Kamis, 03 Maret 2011

Dua Mata Rencong


(Catatan Untuk Ramli MS)


HARIAN Serambi Indonesia, 19 Mei 2010 memuat berita dengan judul “Tiga Dokter Spesialis Dicopot, layanan RSU Meulaboh Lumpuh” dan “Petugas Pendapa Aceh Barat Lucuti Pakaian KetatTamu”. Berita yang berdasarkan kemauan Bupati Aceh Barat Ramli MS dan di tuangkan dalam surat keputusan tersebut, seperti dua mata rencong, yang bila tak hati-hati akan menikam pemiliknya.

Sebagai perempuan ibu, yang pernah sangat menggantungkan harapan kepada dokter spesialis kandungan, saat akan melahirkan anak dengan kondisi kandungan bermasalah, saya dapat merasakan bagaimana kalutnya para perempuan ibu yang akan melahirkan, sementara dokter  spesialis yang diharapkan akan membantu persalinan tak normalnya sudah tak diperkenankan bertugas di rumah sakit umum tempat di mana putra pertama saya lahir dengan operasi caesar. Kekalutan itu akan dirasakan para ibu yang anaknya sakit parah, perlu penanganan dokter spesialis anak, sedang dokter yang ditunggu akan memeriksa anaknya telah dilarang menjejakkan kaki di poli anak. Kemana lagi akan menggantungkan harapan bagi penderita penyakit dalam kronis, apabila dokter spesialis penyakit dalam yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya, sekedar memberi sapaan pagi penyemangat hidupnya, dikarenakan surat keputusan yang ditandatangani seorang bupati yang notabene dipilih masyarakat Aceh Barat. Konon lagi ada anggota masyarakat miskin papa yang perlu pembedahan, harus menempuh perjalanan darat ke Banda Aceh dengan kondisi jalan putus sambung tak jelas kapan mulusnya.   

Keputusan Ramli membebastugaskan tiga dokter spesialis dari Rumah Sakit Cut Nyak Dien, dengan menempatkan kembali di Puskesmas Peuremeu sungguh merupakan keputusan yang tak bisa ditolerir. Tak ada penjelasan sebagai jawaban atas keputusan yang mencengangkan di berita tersebut. Ramli bertindak sebagai “raja besar” dalam kekerdilan diri dengan mencengkramkan kuku tajamnya yang sebenarnya sangat rapuh, justru pada masyarakat yang memilihnya tanpa pernah tahu siapa dan bagaimana kiprahnya sebelum menjadi calon seorang pemimpin. 
Sebagai seorang perempuan guru, keputusan Ramli melarang memakai celana ketat masih bisa ditolerir. Tapi yang membuat saya bertanya-tanya apa urgennya mengurus celana ketat perempuan, sementara di dalam benak sebagian para lelaki berselemak maksiat sejak mata mulai nanar menatap layar kaca di setiap ruang keluarga atau di layar HP, laptop, komputer dengan fasilitas internet yang bahkan bisa menikmati dengan bebas buah dada bintang iklan, tanpa terhalang kain serupa bahan celana jean yang menutup ketat paha si belia. Apakah dengan memakai rok dapat menjamin berkurangnya maksiat di Meulaboh. Apakah yang harus menjaga aurat itu hanya perempuan, sedangkan lelaki tidak.                

Sebagai ilustrasi, suatu hari di ruang tunggu bandara Penang, di hadapan saya duduk beberapa perempuan menggunakan jubah hitam tebal lengkap dengan cadarnya. Teman seperjalanan saya seorang lelaki muda berguman, “seksi sekali perempuan itu.” Saya melihat ke arah pandangan lelaki muda. Heran. Tak ada perempuan dengan body aduhai memakai celana jean ketat. “Mata diantara kerudung dan cadar itu sungguh seksi.” Gumamnya kemudian. Ah, siapa yang menghalangi zina meski hanya sepasang mata. Seberapa besar pengaruh adab berpakaian perempuan tamu setelah dilucuti pakaian ketat oleh petugas pendapa Aceh Barat dan penerima  rok gratis lainnya yang terjaring razia WH dibanding pengaruh kecerdasan bermoral diperoleh generasi penerus dengan membenahi pendidikan mereka melalui pemberian buku pelajaran gratis yang Islami bukan sekedar pinjaman perpustakaan.  Sudah banyak polemik yang berkembang dalam masyarakat tentang bagaimana selayaknya berpakaian bagi perempuan dalam ajaran agama Islam. Bahkan kalau kita simak opini di harian ini, beberapa kali terjadi saling debat yang hangat antara cendekia muslim Aceh. Saya tak akanmemperpanjang debat opini, karena selaku perempuan, lebih dari separuh usia hidup saya telah menggunakan pakaian yang saya rasa sudah menunjukkan identitas saya sebagai seorang muslim. Juga bukan berarti ketika menanyakan seberapa urgennya mengurus celana ketat, saya termasuk orang yang mendukung pemakai celana ketat dan  alergi dengan penegakan syariat Islam. Tidak, tidak demikian adanya.Sebagai seorang pemimpin, Ramli tentu bisa melakukan apa saja yang dianggap benar. Seperti membuat peraturan melarang perempuan memakai celana ketat dan mencopot dokter spesialis. Tetapi dengan lumpuhnya layanan rumah sakit apakah tindakannya itu benar dan memihak rakyat. Menghambur-hamburkan uang dengan membeli rok lalu membagi gratis kepada perempuan yang terkena razia apakah hal itu suatu tindakan yang lebih penting dari membenahi moral diri sendiri, keluarga dan masyarakat.            

Turun dan lihatlah bagaimana keadaan rakyat kecil yang engkau pimpin, hidup penuh dengan kemelaratan. Mereka berduyun-duyun antri menuju rumah sakit pemerintah dengan mengandalkan surat miskin untuk dapat dilayani. Kadang penyakit yang diderita sudah sangat kronis. Dengan tak cukupnya dokter ahli maka rakyatmu akan terus meminum obat yang salah sehingga jangankan berharap panjang umur malah kuburan bertambah dekat. Sedangkan dirimu yang seorang bupati, atau para pejabat yang engkau angkat sesuai seleramu, setiap saat bisa ke luar negeri untuk check up sambil liburan bersama keluarga.

Coba sering-sering bertandang ke rumah sakit. Tanyakan apa persoalan bila ada dokter yang tak betah dan sering meninggalkan tugasnya tanpa pengganti yang sama ahlinya. Apakah benar memperbantukan dokter ahli ke puskesmas sedang di rumah sakit pasien rujukan puskesmas ditangani dokter umum. Apa untungnya mencopot dokter spesialis hingga layanan rumah sakit menjadi lumpuh. Jika rumah sakit lumpuh, orang sakit akan bertambah sakit. Kalau semakin hari makin banyak tubuh yang sakit, jiwa akan menjadi beberapa kali lebih sakit maka wajarlahlah negeri ini tak pulih- pulih. Sudah banyak persoalan yang tak pernah selesai ditangani.  Bertanyalah kita apa tugas pemimpin negeri. Menambah orang sakitkah? Tidakkah kita membutuhkan tubuh yang sehat, karena disanalah terdapat jiwa yang sehat.

Coba suatu waktu datang ke sekolah-sekolah. Periksa buku catatan siswa, apakah lengkap. Punyakah mereka buku sumber belajar. Adakah buku-buku paket di perpustakaan sekolah mereka. Apakah dipinjam pakaikah atau berdebu di lemari buku. Seandainya dalam kunjungan ditemukan banyak siswa yang tak memiliki fasilitas yang cukup untuk belajar apakah sebagai bupati, engkau mau melengkapi semuanya dan memberikan ‘percuma’. Lalu tinjau lagi kecukupan tenaga guru di semua sekolah. Apakah sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.  Bagaimana kualitas gurunya. Pernahkah para guru mengikuti pencerahan berupa penataran dan kesempatan liburan untuk menambah wawasan. Kalau tidak cukup guru maukah mencarikan guru honor dan membayar gajinya sesuai UMR dan dibayar setiap awal bulan. Selanjutnya coba tes kemampuan salah satu siswa yang memiliki nilai tertinggi di SKHU nya apakah sesuai dengan kemampuannya aslinya. Jujurkah kita dalam mendidik anak-anak dengan memaksakan nilai kelulusan demi menjaga martabat daerah.

Ah, terlalu banyak yang mestinya harus lebih diurus oleh seorang Ramli sebagai seorang kepala pemerintahan agar anak bangsa tidak berpikiran kotor hanya melihat para perempuan mengenakan celana ketat di Meulaboh. Saya hanya bermimpi suatu saat bupati Ramli akan membuat SK supaya semua dokter ahli harus ada dan menetap di Meulaboh dengan fasilitas yang memadai sesuai dengan kemampuan daerah. Dan berhentilah merasa lebih ahli dari orang yang ahli dalam mengambil keputusan.                                             
 
 * D Kemalawati    adalah Guru dan Penyair, lahir di Meulaboh.
     Opini dimuat di Harian Serambi Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar